Rabu, 15 April 2020

MATERI BIRRUL WALIDAIN


HORMAT DAN PATUH KEPADA  
ORANG TUA DAN GURU







   1. QS.  Al-Isra ayat 23 dan 24

 وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا ﴿٢٣﴾
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا ﴿٢٤﴾ 



Terjemah Kosa Kata (Mufradat)


Terjemah ayat:

23.“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. al-Isra’ [17]: 23 – 24)


   
Penjelasan QS. al-Isra’ [17]: 23 – 24

Surat Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter. Definisi dari karakter adalah satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lain atau dengan kata lain karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa moral, budipekerti, adab, sopan santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu yakni berupa Al-Qur'an dan Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah filsafat.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menyembah Dia semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kandungan ayat ini juga menunjukkan betapa kaum muslimin memiliki kedudukan yang sangat tinggi dibanding dengan kaum yang mempersekutukan Allah SWT.. Ayat ini juga menjelaskan tentang ihsan (bakti)  kepada orang tua yang diperintahkan agama islam adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga mereka merasa senang senang terhadap kita, serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita (sebagai anak).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menyembah Dia semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Selanjutnya perintah berbakti kepada orang tua. Yakni memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada ibu bapak, dan janganlah kita mengeluarkan kata-kata yang buruk kepada keduanya, sehingga kata-kata “ah” pun yang merupakan kata-kata buruk yang paling ringan tidak diperbolehkan. Janganlah pula  bersikap buruk kepada mereka, seperti yang dikatakan oleh Ata Ibnu Rabah  sehubungan dengan arti surah tersebut "dan janganlah kamu membentak mereka"  maksudnya jangnlah kamu menolakkan tangan kepada keduanya.

Setelah melarang mengeluarkan perkataan dan melakukan perbuatan buruk terhadap kedua orang tua, Allah memerintahkan untuk berbuat baik dan bertutur sapa baik terhadap kedua orang tua, serta berlaku sopan santun kepada keduanya dengan rasa penuh hormat dan memuliakannya.

Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa ayat-ayat diatas memberi tuntunan kepada anak agar berbakti kepada kedua orang tua secara bertahap. Dimulai dengan janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”. Lalu dilanjutkan dengan mengucapkan kata-kata yang mulia. Ini lebih tinggi tingkatannya dari tuntunan pertama karena mengandung pesan penghormatan dan pengagungan melalui ucapan. Selanjutnya meningkat lagi dengan perintah untuk berperilaku yang menggambarkan  kasih sayang sekaligus kerendahan di hadapan kedua orang tua. Perilaku yang lahir dari rasa kasih sayang yang menjadikan mata sang anak tidak lepas dari orang tua. Yakni selalu meperhatikan dan memenuhi keinginan orang tuanya. akhirnya sang anak dituntut untuk mendoakan orang tua sambil mengingat jasa-jasa mereka terlebih saat kita kecil.


             Sebutan untuk istilah orang tua itu ada tiga. Pertama orang yang menyebabkan kita lahir, yaitu ayah dan ibu. Kedua, orang yang mengajari kita berbagai ilmu pengetahuan, yaitu guru-guru kita baik guru yang mengajari kita pada saat kita masih kecil atau yang mengajari kita pada saat sudah dewasa. Biasanya guru disebut orang tua rohani. Ketiga, adalah yang menyebabkan pasangan kita lahir, yaitu bapak dan ibu mertua. Ketiga sebutan untuk istilah orang tua itu wajib kita hormati karena jasa-jasanya yang sangat besar.
Kita harus menghormati, menaati, dan berbakti kepada orang tua. Orang tua tentu bukan hanya orang yang melahirkan kita, tetapi juga orang yang mendidik kita, guru-guru kita, dan orang yang anaknya kita nikahi, mertua kita kelak ketika sudah menikah.


2. Surat Luqman ayat 13-17

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ ﴿١٤﴾
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٥﴾
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ﴿١٦﴾
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ ﴿١٧﴾ 


Terjemah Kosa Kata (Mufradat)


Terjemah ayat:

13.  Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
14.   Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.
15.    Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16.     (Lukman berkata), ”Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.
17.  Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.

     Penjelasan QS. Luqman [31]: 13 – 17

Ayat 13 surah Luqman ini menjelaskan bahwa syarat untuk mendidik anak hendaknya dilandasi dengan lemah lembut dan kasih sayang.  Kata ‘izuhu terambil dari kata wa’zh yaitu nasihat meyangkut berbagai kebajikan dengan cara menyentuh hati, penyampaiannya yakni dengan lemah lembut, tidak membentak, dan panggilan sayang pada anak. Kata bunayya menggambarkan patron kemungilan yang mengisyaratkan kasih sayang.  Hal ini tentunya juga berlaku kepada para pendidik (guru) dalam mendidik para peserta didiknya.


Dalam ayat 14 Allah menggambarkan kesusahan seorang ibu dalam merawat anaknya, mengapa hanya jasa ibu yang digambarkan dengan sedemikian lemahnya? Karena peranan ibu lebih berat dari ayah, mulai dari proses mengandung, hingga melahirkan dan menyapihnya.
Kata wahnan berarti kelemahan atau kerapuhan. Yang dimaksud di sini adalah ibu sangat lemah saat mengandung.


Ayat 15 surah Luqman menjelaskan tentang larangan taat kepada orang tua dalam mendurhakai Allah Swt., dan nasihat Luqman kepada anaknya tentang menolak segala bentuk kemusyrikan di manapun berada. Ayat ini sekaligus memberitahu bahwa mempergauli keduanya dengan baik hanya dalam urusan dunia, bukan keagamaan. Seperti Nabi Ibrahim as, dia tetap berlaku santun pada bapaknya sekalipun pembuat berhala, namun Nabi Ibrahim tidak sependapat dalam hal aqidah.

Dalam ayat 16 surah Luqman terdapat kata Latif, yang artinya lembut, halus, atau kecil. Dari makna ini lahirlah makna ketersembunyian dan ketelitian. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini hanyalah yang mengetahui perincian kemashlahatan dan seluk beluk rahasianya. Yang kecil dan halus, kemudian menempuh jalan untuk menyampaikannya dengan lembut dan bukan kekerasan. Yaitu Allah, karena dia selalu menghendaki kemaslahatan untuk makhluk-Nya. Ayat ini menggambarkan kekuasaan Allah Swt.. dalam menghitung amal manusia betapapun sedikitnya.

Ayat 17 menjelaskan tentang amar ma’ruf nahi munkar, yang puncak dan  pangkalnya adalah shalat, serta amal kebaikan yang tercermin adalah buah dari shalat yang dilaksanakan dengan benar. Kata ‘azm dari segi bahasa berarti kekuatan hati atau tekad.

3. Hadis
    a. Hadis Riwayat Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ.(رواه مسلم)
    Terjemah Kosa Kata (Mufradat)

Terjemah
Lafal
Terjemah
Lafal
datang seorang laki-laki
جَاءَ رَجُلٌ
dia celaka!
رَغِمَ أَنْفُ
meminta izin kepadanya
فَاسْتَأْذَنَهُ
mendapati kedua orang tuanya
أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ
untuk ikut berjihad
فِي الْجِهَادِ
dalam usia lanjut
عِنْدَ الْكِبَرِ
apakah dia masih hidup?
أَحَيٌّ
dia tidak berusaha masuk surga
فَلَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ




     Terjemah Hadis:

 “Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!" lalu beliau ditanya; "Siapakah yang celaka, ya Rasulullah?" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barang Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan berusaha berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya)." (HR. Muslim)


    b. Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim

سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ. (رواه البخاري ومسلم)
Terjemah
“Aku mendengar 'Abdullah bin 'Amru radliallahu 'anhuma berkata: "Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Maka Beliau bertanya: "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Laki-laki itu menjawab: "Iya". Maka Beliau berkata: "Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti).” (HR. Bukhari dan Muslim)


Terjemah Hadis:

“Aku mendengar 'Abdullah bin 'Amru radliallahu 'anhuma berkata: "Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Maka Beliau bertanya: "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Laki-laki itu menjawab: "Iya". Maka Beliau berkata: "Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti).” (HR. Bukhari dan Muslim)

      Penjelasan Hadis

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim tersebut, dijelaskan bahwa seseorang akan celaka ketika tidak berbakti kepada orang tua. Kata “Dia celaka” (رَغِمَ أَنْفُ) diulang-ulang oleh Rasul Saw sebanyak tiga kali menunjukkan bahwa celaka akan benar-benar terjadi kepada seseorang yang tidak berbakti kepada orang tua. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya berbakti kepada kedua orang tua terlebih lagi ketika kedua orang tua atau salah satu dari mereka masih hidup.
Hadis selanjutnya, riwayat Bukhari dan Muslim, menjelaskan bahwa berbakti kepada kedua orang tua memiliki nilai pahala yang sangat besar. Bahkan nilai pahala berbakti kepada kedua orang tua oleh Rasulullah saw disamakan dengan nilai pahala jihad, berperang, melawan kaum kafir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar